Laporkan Penyalahgunaan

Blog berisi kumpulan produk hukum Indonesia.

Tenaga Honorer Akan Dihapus

Penanganan tenaga honorer selama ini memang menjadi hal dilematis bagi pemerintah.  Di satu sisi mereka tenaga honorer menuntut agar diangkat langsung menjadi CPNS namun di sisi lainnya tidak ada payung hukum untuk mengangkat langsung tenaga honorer tersebut menjadi CPNS. Hal lain, dalam rekrutmen tenaga honorer pun tidak ada aturan yang jelas. Tanpa seleksi yang terbuka dan transparan sehingga sangat rentan dengan unsur KKN. Setelah diangkat menjadi pegawai pun, honorer seperti anak tiri, gaji yang minim serta persamaan hak yang jomplang dengan PNS. Instansi daerah dalam mengangkat tenaga honorer terkadang tanpa memperhatikan kebutuhan pegawai.


Tahun ini pemerintah telah menerbitkan peraturan dalam pengangkatan pegawai pemerintah non PNS yakni Pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK.

Salah satu tujuan adanya PPPK adalah dalam rangka menciptakan aparatur sipil negara yang berkualitas.
Agar dalam rekrutmen pegawai pemerintah tidak ada lagi unsur politis, kedekatan keluarga dan unsur KKN yang lain. Honorer yang selama ini tidak memiliki kejelasan kesejahteraan dan masa depan tentu dengan adanya aturan PPPK tersebut menjadi lebih meningkat baik pendapatan maupun kesejahteraannya.

Bagaimanapun mereka yang honorer bertahun-tahun tentu ingin diangkat langsung menjadi CPNS, namun keinginan tersebut terkendala aturan lain yang menyatakan bahwa dalam penerimaan CPNS harus melalui proses tes dan seleksi serta batas usia tertentu.

Buka Juga
Download PP 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK
Tenaga Honorer dihapus, Digantikan PPPK
Persyaratan Umum mendaftar PPPK
Apakah Semua honorer akan diangkat PPPK?

Dalam pidatonya di acara Hari Guru Nasional belum lama ini, Presiden Joko Widodo melarang pemerintah daerah merekrut tenaga honorer. Hal tersebut bukan tanpa alasan karena aturan tentang PPPK telah diterbitkan, sehingga opsi itulah yang harus dipilih pemerintah. Artinya pemerintah atau instansi mengangkat pegawai bukan lagi dengan status honorer, namun berstatus PPPK.

Tersebut dalam pasal 99 ayat 1 PP manajemen PPPK;

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pegawai non-PNS yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan umum daerah, lembaga penyiaran publik, dan perguruan tinggi negeri baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, masih tetap melaksanakan tugas paling lama 5 (lima) tahun.

Bisa ditafsirkan bahwa 5 tahun sejak disahkannya PP 49 tahun 2018, status honorer masih "dianggap". Namun setelah itu instansi wajib melaksanakan aturan PP 49 tahun 2018 dengan melakukan rekrutmen PPPK untuk mengganti tenaga honorer.

Rekutmen PPPK dari Tenaga Honorer


Jika membaca PP 49/2018, tidak disebutkan secara gamblang pengangkatan langsung honorer menjadi PPPK. Artinya bagi honorer yang ingin menjadi PPPK wajib mengikuti mekanisme yang ada, seperti pendaftaran dan tes kompetensi. Mungkin saja dilakukan pemisahan antara honorer dengan umum untuk menjadi PPPK, namun hal itu tentunya menunggu peraturan lanjutan seperti Permen atau Perka BKN.

Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin meminta tenaga honorer di Indonesia tidak perlu khawatir mekanisme perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan diwarnai kongkalikong atau permainan.

Ketua Umum PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) PPNI khawatir mekanisme perekrutan PPPK dimainkan di tingkat pemerintah daerah. Mengenai kekhawatiran itu, Syafruddin mengatakan, tenaga honorer, khususnya PPNI, juga tidak perlu khawatir. Sebab, mekanisme perekrutan PPPK dilaksanakan oleh pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.

"Yang bertanggung jawab kementerian lembaga, bukan pemerintah daerah. Jadi enggak gitu ya," ujar Syafruddin.

Disisi lain ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi berharap agar pemerintah memperhatikan guru yang sudah mengabdi bertahun-tahun agar diutamakan diangkat menjadi PPPK.
Pasalnya dalam aturan PP 49/2018 tersebut dalam pasal 16 bahwa setiap setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.

Dengan aturan ini, maka bisa saja honorer yang sudah lama mengabdi terdepak oleh mereka yang baru lulus kuliah.  Jika dalam proses rekrutmen dan seleksi dijadikan satu plot, maka sangat sulit bagi guru yang berumur bersaing dengan fresh graduate.



Related Posts