Seragam yang digunakan PNS di lingkungan itu mirip dengan seragam TNI Angkatan Udara (AU). Nota protes pun dilayangkan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Agus Supriatna. Ia meminta agar ada perubahan di kedua seragam tersebut agar tak menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.
Agus menilai penggunaan seragam memang menjadi kebanggaan di instansi masing-masing lembaga.
"Itu kita udah buat surat, udah sampaikan. Segala sesuatu bergantung pada pemerintah. Segala sesuatu ada seragam sendiri sendiri. Secara kehidupan mungkin ada bangga kali kan," kata Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna di Jakarta, Senin (5/1)
"Itu kita udah buat surat, udah sampaikan. Segala sesuatu bergantung
pada pemerintah. Segala sesuatu ada seragam sendiri sendiri. Secara
kehidupan mungkin ada bangga kali kan," kata Kepala Staf TNI AU Marsekal
Agus Supriatna di Jakarta, Senin
Apa motif PNS ikut-ikutan menggunakan seragam ala militer?
Pengamat
sosial Musni Umar mengatakan, penggunaan seragam merupakan hak setiap
instansi namun perlunya sosialisasi dalam penggunaan seragam merupakan
hal yang sangat penting agar tidak menimbulkan perdebatan.
"Yang
gunakan pakaian mesti ada sosialisasi. Itu untuk kepentingan luas kan!
Bagaimana respon mereka, bagaimana respon masyarakat," kata Musni ketika
dihubungi merdeka.com di Jakarta, Rabu (6/1).
Di balik
kebebasan untuk menentukan corak seragam sebuah instansi, Musni
memberikan semacam kritikan. Ia mengatakan, penggunaan seragam kadang
menjadi trend yang justru menguras kocek penggunanya. Seragam yang
dikeluarkan sebuah instansi bukanlah gratis namun menuntut penggunanya
membeli.
"Seragam, karena bagaimana pun meski disediakan kantor
tapi karyawan tetap bayar. Ini hal yang kadang di luar pikiran kita, apa
maksudnya instansi mengeluarkan seragam jika tetap dibayar pegawainya.
Seragam itu bukan murah," jelas dia.
Di balik itu, Musni
mengharapkan masyarakat Indonesia tidak terlalu jauh memperdebatkan hal
yang bisa dikomunikasikan oleh masing-masing instansi ini. Seragam, bagi
Musni adalah ranah privat dan tak perlu dipolemikkan.
"Kepada
masyarakat, tidak semua hal dipersoalkan. Lihat konten apa yang
berhubungan dengan masyarakat luas. Ambil contoh keadilan. Kalau
ketidakadilan orang bisa omong apa saja, kita kritisi ketidakadilan dari
segi apa pun. Kalau hal remeh temeh harusnya kita hindari, kita bisa
lupa masalah utama," tutup dia.
sumber merdeka.com
Posting Komentar