Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025: Panduan Baru Penggajian Guru dan Tenaga Kependidikan
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut terhadap pengaturan penggajian dan pembiayaan guru serta tenaga kependidikan, khususnya yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu maupun tenaga non ASN. Surat edaran ini menjadi pedoman penting bagi pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam memastikan tata kelola anggaran pendidikan yang efisien, transparan, dan sesuai regulasi terbaru.
Latar Belakang Terbitnya Surat Edaran
Terbitnya SE ini tidak lepas dari adanya Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025 tentang pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Melalui keputusan tersebut, pemerintah membuka peluang bagi guru dan tenaga kependidikan untuk diangkat menjadi PPPK dengan skema kerja paruh waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah serta kemampuan keuangan negara.
Namun, implementasi kebijakan ini menimbulkan tantangan baru, terutama terkait sumber pendanaan penggajian dan penghasilan bagi tenaga pendidik tersebut. Oleh karena itu, SE Mendikdasmen No. 13 Tahun 2025 hadir untuk memberikan kejelasan mekanisme pembiayaan agar tidak tumpang tindih antara APBD dan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Ketentuan Pokok dalam SE Nomor 13 Tahun 2025
Dalam surat edaran tersebut ditegaskan beberapa poin penting, antara lain:
Sumber Penggajian dan Penghasilan Guru PPPK Paruh Waktu
- Gaji dan penghasilan bagi guru serta tenaga kependidikan yang diangkat berdasarkan Kepmenpan RB Nomor 16 Tahun 2025 wajib dipenuhi melalui sumber APBD.
- Pemerintah daerah diminta memastikan penggunaan APBD untuk kebutuhan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.1/227/SJ Tahun 2025.
Pembiayaan Honor Guru dan Tenaga Kependidikan Non ASN
- Untuk guru dan tenaga kependidikan non ASN, pembiayaan honor dapat menggunakan Dana BOSP, dengan batasan tertentu:
Maksimal 20% untuk sekolah negeri.
Maksimal 40% untuk sekolah swasta.
Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 8 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOSP (Permen Juknis BOSP).
Permohonan Tambahan Dana atau Diskresi
Pemerintah daerah diperkenankan mengajukan permohonan kepada Kemendikdasmen jika setelah perhitungan, dana APBD tidak cukup untuk membiayai penghasilan guru PPPK paruh waktu.
Selain itu, jika ditemukan satuan pendidikan yang tidak mampu memenuhi ketentuan persentase honor BOSP, pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan diskresi kepada Kemendikdasmen.
Tujuan dan Harapan dari Kebijakan Ini
Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan tenaga pendidik dan kemampuan keuangan daerah. Dengan pembagian yang jelas antara dana APBD dan BOSP, diharapkan tidak terjadi tumpang tindih atau kekurangan anggaran yang berdampak pada kesejahteraan guru.
Selain itu, SE ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan. Sekolah dan dinas pendidikan daerah diharapkan dapat melakukan verifikasi dan validasi secara ketat terhadap penggunaan dana, terutama untuk komponen honor guru dan tenaga kependidikan non ASN.
Penutup
Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2025 menjadi langkah penting dalam memperkuat tata kelola keuangan pendidikan nasional. Dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan, diharapkan kebijakan ini dapat memberikan kepastian bagi para tenaga pendidik, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan pada akhirnya berdampak positif terhadap kualitas layanan pendidikan di seluruh Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada 16 Oktober 2025, surat edaran ini ditandatangani langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan ditembuskan kepada Menteri PANRB serta Menteri Dalam Negeri, menandakan koordinasi lintas kementerian dalam pelaksanaannya.
Kebijakan ini bukan sekadar aturan administratif, tetapi juga bentuk komitmen pemerintah dalam menata ulang sistem penggajian guru dan tenaga kependidikan menuju arah yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan.
